Senin, 19 Januari 2009

Disleksia BUKAN BERARTI ANAK BODOH

Pengarang : Elia Wardhani, M.Psi
Diterbitkan di: Juli 02, 2008
Anak yang terganggu kemampuan baca atau tulisnya, atau biasa disebut kelainan disleksia, ternyata tidak berarti memiliki keterbelakangan mental atau bodoh. Penanganan dini dibarengi ketekunan serta motivasi yang kuat akan mengatasi kelainan itu.

Disleksia adalah suatu gangguan dalam otak yang terkait dengan proses bahasa. Anak yang mengidap kelainan ini sering mengalami kesulitan membaca, menulis, dan mengeja, meskipun anak tersebut memiliki kecerdasan normal. Biasanya, ditandai dengan adanya ketidakakuratan dalam membaca huruf, tempo yang tidak wajar, dan kesulitan dalam memahami bacaan yang disesuaikan dengan kemampuan anak seusianya.
Kata disleksia diambil dari bahasa Yunani, dys yang berarti “sulit dalam” dan lex berasal dari legein, yang artinya berbicara. Jadi, menderita disleksia berarti menderita kesulitan yang berhubungan dengan kata atau symbol- symbol tulis.Disleksia bisa disebabkan oleh adanya hambatan neurologis atau menyertai gangguan medis lainnya. Selain itu disleksia juga diturunkan secara genetic. Anak yang memiliki saudara seperti orang tua, kakek, paman, sepupu yang mengalami disleksia memiliki kecenderungan lebih tinggi untuk mengalami gangguan kelainan ini.Biasanya anak yang mengalami disleksia mengalami hambatan dalam belajar, meskipun kemampuannya secara umum tergolong rata- rata atau bahkan di atas rata- rata. Penderitanya kebanyakan (60-80%) adalah anak laki- laki”Disleksia biasanya baru bisa didiagnosa pada saat anak sudah masuk sekolah dasar, namun bila kemampuan umumnya di atas rata- rata, biasanya baru mulai terlihat setelah anak duduk di kelas 4 SD.
Bentuk klinis disleksia bisa macam- macam. Pertama, sulit menyebutkan nama benda (anomi) amat sederhana sekalipun seperti pensil, sendok, arloji, gajah dan lain- lain. Padahal penderita mengenal betul benda itu. Gangguan bisa juga dalam kemampuan menuliskan huruf, misalnya b ditulis atau dibaca d, p ditulis atau dibaca q atau sebaliknya.
Anak yang mengalami disleksia lanjutnya, memerlukan intervensi sedini mungkin. Untuk meningkatkan keterampilan membaca pada anak kelas 1 yang menderita disleksia, bisa dibantu dengan phonological training yang efektif.
Penelitian membuktikan, bila anak belum memiliki keterampilan membaca yang baik hingga di kelas 3 SD, 74% di antaranya mesih memiliki keterampilan membaca yang buruk saat duduk di kelas 3 SMP. Ada program yang menggunakan teknik multisensory structural language yang dapat membantu anak dan orang dewasa untuk belajar membaca. Dengan penegakan diagnosisa yang tepat, training yang efektif, dan dukungan dari keluarga, guru, dan lingkungan, penderita disleksia dapat berhasil di sekolah maupun di pekerjaannya.
Daftar Pustaka
Disleksia BUKAN BERARTI ANAK BODOH oleh Elia Wardhani, M.Psi 2008

Tidak ada komentar:

Posting Komentar